Jenderal Soedirman

PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN

“Robek-robeklah badankoe, potong-potonglah djasad ini. Tetapi djiwakoe dilindoengi benteng merah putih akan tetap hidoep, tetap menoentoet bela siapapoen lawan jang akoe hadapi”. Itulah gema semangat perjuangan yang dilontarkan oleh seorang pahlawan nasional bergelar Panglima Besar, yakni Jenderal Soedirman.

Raden Soedirman atau yang dikenal dengan sebutan Jenderal Soedirman merupakan Pahlawan Nasional yang jasa-jasanya akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia. Jenderal Soedirman lahir pada tanggal 24 Januari 1916 tepatnya di Dukuh Rembang, Bodas Karangjati, Purbalingga.(1) Jenderal Besar Soedirman menurut ejaan Suwandi dibaca Sudirman adalah putera dari psangan Karsid Kartawiradji dan Siyem. Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo setelah diadopsi. Ketika Sudirman pindah ke Cilacap di tahun 1916, beliau bergabung dengan organisasi Islam Muhammadiyah dan menjadi siswa yang rajin serta aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.(2)

Saat usia tujuh tahun Jenderal Soedirman masuk dalam Hollandsch Irlandcshe School (HIS) yakni sekolah yang setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) di Cilacap. Setelah lulus dari HIS pada tahun 1930, Jenderal Soedirman melanjutkan studinya ke Meer Uitgebtreid Lagere Onderwijs (MULO) yang setingkat SMP sampai tahun 1932 dan setahun kemudian beliau pindah ke perguruan Parama Wiworo Tomo dan lulus tahun 1935.(3)

Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan ia dihormati oleh masyarakat hingga namanya terdengar ke telinga Pemerintah Jepang. Bahkan Pemerintah Jepang menunjuk Soedirman untuk mengikuti pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) di bogor. Tidak lama setelah pelatihan beliau ditunjuk menjadi Komandan Batalyon yang berkedudukan di Banyumas.(3) Berawal dari sinilah Soedirman memulai karir militernya. Sebagai seorang komandan beliau sangat memperhatikan anak buahnya, bahkan Soedriman tidak segan menentang perlakuan buruk para opsir Jepang yang menjadi pelatih dan pengawas batalyonnya. Terhadap sikap komandan muda yang patriotis inilah beliau di cap sebagai orang yang berbahaya oleh pemerintah Jepang.

Setelah bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan paginya pemerintah pendudukan Jepang mengumumkan pembubaran PETA. Efek pembubaran ini menyebabkan pelucutan persenjataan dan bekas anggota PETA dipulangkan ke daerah masing-masing. Soedirman bersama beberapa tokoh lainnya berusaha menghimpun kekuatan militer untuk bangsa Indonesia dengan membentuk wadah Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan perlahan melakukan perebutan kekuasaan dari tangan Jepang secara damai. Karir militer Soedirman berlanjut ketika pemerintah Indonesia mengangkat beliau menjadi Pemimpin Tertinggi TKR.(3)

Sedasar dengan profesinya dibidang militer, Jenderal Soedirman dikenal sebagai sosok yang sangat berbahaya bagi musuh-musuhnya terutama bagi para penjajah. Hal ini didasarkan karena kecerdasan dan kepiawaian beliau dalam merancang strategi perang dan penundukan musuh. Dalam menghadapi para penjajah beliau sangat piawai memainkan strategi serangan yang dikenal dengan sebutan strategi “Gerilya”. Strategi atau perlawanan gerilya berbeda dengan serangan konvensional. Hal ini dikarenakan serangan gerilya tidak bertujuan menguasai dan menduduki suatu posisi dalam jangka panjang. Prinsip serangan gerilya adalah untuk menghancurkan (to hit) kekuatan musuh dalam pertempuran yang ditentukan pasukan gerilya, dan kemudian menghilang (to run) untuk menghindari serangan balasan musuh yang tentu akan mengerahkan kekuatan militer yang jauh lebih besar.(4) Dengan kata lain serangan ini didasarkan pada penguasaan kondisi guna aksi yang menentukan. Gerilya hadir sebagai suatu strategi perang dengan kondisi alam yang menguntungkan penggunanya namun dengan kapasitas militer yang minim. Strategi ini terbukti sangat efektif digunakan militer Indonesia pada saat itu. Sebagai pemimpin militer yang piawai dalam mengatur taktik dan strategi perang, Jenderal Soedirman juga mempraktikkan perlawanan gerilya dengan taktik Gelar “Supit Urang”. Pertempuran Ambarawa pada tanggal 12 November 1945 merupakan bukti keberhasilan beliau dalam menjalankan taktik ini. Dengan melakukan pengepungan rangkap, beliau dan pasukannya berhasil mengurung musuh yang mengakibatkan suplai logistik dan komunikasi musuh terputus sehingga memaksa musuh mundur.(3)

Panglima Besar Jenderal Sudirman merupakan sosok pejuang sejati yang tidak mengenal menyerah untuk terus berjuang melawan kekuatan asing yang berusaha menguasai kembali bumi pertiwi.(5) Pengorbanan Panglima Besar Jenderal Sudirman dalam babak sejarah perjuangan bangsa Indonesia begitu sangat besar, sehingga sangatlah wajar apabila sosok yang mengantarkan bangsa ini meraih kemerdekaan dan kedaulatan dijadikan sebagai figur kepahlawanan nasional yang patut ditiru dan dicontoh oleh seluruh lapisan masyarakat.(5)




Referensi:

1. Biografi dan Sejarah Perjuangan Jendral [Internet]. [dikutip 22 Januari 2022]. Tersedia pada: https://123dok.com/document/qok3r97y-biografi-dan-sejarah-perjuangan-jendral.html

2. Web Kepustakaan Tokoh Nasional: Jenderal Sudirman [Internet]. [dikutip 22 Januari 2022]. Tersedia pada: http://soedirman.pahlawan.perpusnas.go.id/public/biography

3. Arief Sulistyo. “TEMPAT SAYA YANG TERBAIK ADALAH DI TENGAH-TENGAH ANAK BUAH” Refleksi Historis Terhadap Keputusan Pangsar Soedirman Untuk Memilih Bergerilya Di Hutan Daripada Tinggal Di Kota. Dalam: 100 Tahun Soedirman Bapak TNI (1916 - 2016). 42 ed. Jakarta: Pusat Sejarah TNI; 2016.

4. Kusuma. SOEDIRMAN DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA. Dalam: 100 Tahun Soedirman Bapak TNI (1916 - 2016). 42 ed. Jakarta: Pusat Sejarah TNI; 2016.

5. Susilo A. SEJARAH PERJUANGAN JENDERAL SOEDIRMAN DALAM MEMPERTAHANKAN INDONESIA (1945-1950). HISTORIA. 28 Februari 2018;6(1):57.