Rumah Joglo

Rumah adat merupakan salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku/masyarakat. Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan mempunyai arti yang penting dalam perspektif sejarah, warisan, dan kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban. Rumah Joglo merupakan salah satu bangunan arsitektur tradisional di Jawa yang memiliki banyak sekali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.


Rumah joglo dibuat dan direncanakan berdasarkan filosofi yang dianut oleh masyarakatnya, dan dituangkan secara menyeluruh dalam perancangan hunian Jawa berdasar apa yang diyakini. Memahami konsep rumah Jawa berarti memahami bagaimana rumah diartikan oleh masyarakat Jawa, serta nilai-nilai apa saja yang diterapkan dalam wujud fisik yang ada.


Status sosial masyarakat Jawa pada masa lalu disimbolkan oleh Rumah Joglo. Masyarakat yang memiliki Rumah Joglo dipandang dengan status sosial yang lebih tinggi dan kemampuan ekonomi yang tinggi. Pandangan demikian didasarkan pada biaya pembuatan Rumah Joglo yang begitu besar. Bahan yang digunakan adalah kayu jati yang sangat mahal harganya dan waktu pembangunannya yang cukup lama. (1)


Rumah joglo merupakan kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga oleh soko guru. (2) Soko Guru sendiri bermakna sebagai kekuatan empat penjuru mata angin. Soko guru ini merupakan empat tiang utama yang menyangga bangunan utama. Dalam konsep jawa, susunan memusat yang kelilingi empat elemen yang bertalian dalam satu kesatuan struktur merupakan bentuk konkret pandangan orang Jawa tentang papat kiblat lima pancer. Rumah joglo adalah merupakan wujud yang dianggap mikro tetapi juga makro bagi alam raya. Rumah Joglo merupakan peniruan alam, maka harus berpijak pada pedoman pajupat dimana dalem adalah titik pusatnya yang dikelilingi bangunan lainnya.(3)


Rumah Joglo memiliki beberapa ruanganyangsimetrisdanterdapat hierarki ruang di dalamnya. Dari luar terdapat ruang publik yang bersifat umum, semakin ke dalam ruangan yang ada bersifat pribadi (private). Bangunan yang terdapat di dalam rumah Joglo terdiri banyak sekali bagian yang memiliki fungsinya masing-masing. (4) Pertama, bangunan Pendhapa yang merupakan aplikasi sebuah ruang publik pada masyarakat Jawa.(3) Sebagai ruang publik, pendhapa biasa digunakan oleh tuan rumah untuk menerima tamu-tamunya. Ruangan ini tidak memiliki pembatas pada keempat sisinya. Hal ini melambangkan keterbukaan pemiliknya terhadap siapa saja yang datang. Pendhapa menggambarkan gaya hidup masyarakat Jawa yang rukun.


Kedua, bangunan pringgitan yang merupakan ruang peralihan antara ruang publik dan juga ruang privat. Bangunan ini juga biasanya digunakan untuk pagelaran wayang ketika ada acara selamatan.(3) ketiga, adalah bagian dalem ageng yang merupakan bagian privat yang difungsikan untuk berkumpul anggota keluarga. Di dalam ruangan ini masih terdapat tiga petak ruangan yang sama besar yang disebut senthong. Senthong yang berada di bagian sisi kiri dan kanan difungsikan sebagai tempat tidur, sedangkan senthong pada bagian tengah difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada Dewi Sri yang juga merupakan bagian paling privat bagi pemilik rumah. Keempat, merupakan bagian yang paling privat yaitu Krobongan dan gedhongan. Gedhongan merupakan ruangan yang biasa digunakan oleh kepala keluarga untuk mencari ketenangan batin, tempat perlindungan dan tempat ibadah.(5) Sedangkan Krobongan juga merupakan ruangan yang digunakan untuk hal serupa sebagai tempat pemujaan kepada Dewi Sri. Keberadaan krobongan dalam rumah tardisi Jawa menggambarkan dunia orang Jawa yang tidak dapat dipisahkan dari pemahaman tentang keseimbangan makrokosmos dan mikrokosmos. Segala sesuatunya selalu dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan alam, sesuatu yang metafisik sebagaimana orang Jawa memahami rumah Jawanya. Keseimbangan kosmologi tersebut dibangun di atas pemahaman yang selalu dalam bentuk dualitas, seperti adanya siangmalam, panas-dingin, utara-selatan, dan laki-lakiperempuan; selain itu juga adanya makna simbolik yang mengacu pada tiga, empat, atau lima kutub. (3)


Referensi:

1. Lukman Hadi Subroto. Sejarah dan Filosofi Rumah Joglo Halaman all [Internet]. KOMPAS.com. 2022 [dikutip 3 Februari 2022]. Tersedia pada: https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/17/130000279/sejarah-dan-filosofi-rumah-joglo

2. Meigy Irma Oktaverina, Debi Citra Malahati, Kuspita Sari, Ratih Kumalasari. NILAI-NILAI KEARIFAN BUDAYA RUMAH JOGLO (ARTEFAC) DAN FALSAFAH KEHIDUPAN (BUDAYA MANTIFACTS) PADA KOMUNITAS DESA WISATA PENTINGSARI SEBAGAI SUMBER PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR (SD). CJIIPD. 12 Agustus 2019;1(2):87.

3. Djono, Tri Prasetyo Utomo, Slamet Subiyantoro. Nilai Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa. Humaniora. Oktober 2012;Volume 24(No. 3):269–78.

4. Yonanda Nancy. Rumah Adat Tongkonan Sulawesi Selatan & Nilai-Nilai Luhurnya [Internet]. 2022 [dikutip 20 Januari 2022]. Tersedia pada: https://tirto.id/rumah-adat-tongkonan-sulawesi-selatan-nilai-nilai-luhurnya-gnpV

5. Yonada Nancy. Keunikan Rumah Joglo Jawa Tengah: Bagian, Filosofi, dan Jenisnya [Internet]. tirto.id. [dikutip 3 Februari 2022]. Tersedia pada: https://tirto.id/keunikan-rumah-joglo-jawa-tengah-bagian-filosofi-dan-jenisnya-gmbv