Rumah Honai

Rumah Honai


Rumah adat Papua adalah rumah Honai. Dalam buku “Rumah Adat Nusantara” yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dijelaskan, rumah Honai tidak dapat ditemukan di seluruh Papua, hanya dapat temui di lembah dan pegunungan bagian tengah Papua. Rumah adat Honai adalah rumah bagi suku Dani yang tinggal di bagian lembah Baliem atau Wamena, suku Lani di Pegunungan Toli, dan suku-suku asli Papua lainnya. Rumah Honai terdiri atas 3 jenis, yaitu:

1. Honai: Rumah untuk para lelaki.

2. Ebei: Rumah untuk para wanita.

3. Wamai: Rumah untuk ternak.

Rumah Honai dibuat berkelompok karena terkadang satu keluarga membutuhkan lebih dari satu rumah untuk tempat ternak dan anak-anak yang sudah dewasa. Rumah Honai memiliki tinggi 2 hingga 2,5 meter dan terdiri atas 2 lantai. Lantai pertama biasanya digunakan untuk tempat tidur, sedangkan lantai kedua digunakan sebagai tempat beraktivitas, ruang santai, ruang makan, tempat mengerjakan kerajinan tangan, dan lain-lain.

Untuk tempat tidur, laki-laki tidur pada lantai dasar secara melingkar, sementara perempuan tidur di lantai dua. Terdapat api unggun di tengah ruangan pada lantai pertama yang digunakan untuk menghangatkan diri. Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang. Bangunan dibuat tanpa jendela karena untuk melindungi suku Dani yang tinggal di daerah dengan udara sangat dingin pegunungan Papua. Oleh karena itu, bentuk rumah Honai juga dibuat menyesuaikan udara di sekitarnya. Bahan untuk membangun rumah didapat dari alam sehingga ramah lingkungan, seperti kayu yang dibuat menjadi badan rumah, jerami sebagai bahan atapnya, papan kayu kasar sebagai bahan dinding, dan rumput atau jerami sebagai bahan lantai.

Rumah Honai memiliki bentuk bulat untuk mengurangi suhu dingin maupun tiupan angin yang kencang. Atap rumah berbentuk bulat kerucut atau setengah bola yang terbuat dari jerami atau ilalang. Bentuk atap tersebut berfungsi agar dinding tidak terkena air hujan dan dapat mengurangi suhu dingin agar tidak masuk ke dalam rumah. Atap rumah Honai memakai ilalang tidak hanya sebagai penutup atau atap, tetapi juga memiliki makna.

Ilalang atau jerami yang digunakan sebagai atam mungkin terlihat lemah. Tetapi, ilalang juga bisa sangat tajam. Makna dari rumah Honai menurut buku yang terbuat dari ilalang adalah mandiri, kuat kritis, dan mudah menyesuaikan diri, menurut buku “Rumah Adat Nusantara” Selain itu, rumah Honai juga membutuhkan tiang untuk menahan bentuk rumah. Tiang rumah Honai terbuat dari kayu besi karena dianggap kuat. Tiang merupakan bahan penting sebagai penyangga. Dinding kayu pada rumah Honai disusun secara melingkar. Maknanya adalah sebagai simbol kesatuan dan persatuan untuk mempertahankan dan mewariskan budaya suku, nilai, harga diri yang sehati dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Lantai rumah Honai hanya berupa rumput atau jerami. Bahan rumput dan jerami dipilih karena menggambarkan makna kesederhanaan. Di dalam rumah Honai tidak disediakan tempat duduk. Suku Dani mempersilakan tamunya untuk duduk di bawah dengan alas jerami. Hal itu dilakukan untuk membentuk kebersamaan antar sesama suku Dani. Rumah Honai bentuknya sangat sederhana karena suku Dani termasuk suku nomaden sehingga kesederhanaan rumah memudahkan perpindahan mereka ke tempat lain.

Fungsi rumah Honai, selain sebagai tempat tinggal, adalah tempat penyimpanan alat-alat perang dan berburu serta tempat mendidik anak laki-laki agar menjadi orang yang kuat saat dewasa dan berguna bagi sukunya. Rumah Honai juga berfungsi sebagai tempat menyusun strategi perang jika terjadi peperangan dan tempat menyimpan barang berharga yang sudah ditekuni sejak dulu.


Sumber:

https://katadata.co.id/iftitah/berita/6152de5da5559/mengenal-honai-rumah-adat-papua-yang-ramah-lingkungan