Radjiman Wediodiningrat

Radjiman Wedyodiningrat


Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat adalah anak Sutrodono yang merupakan pensiunan kopral yang jadi centeng di Pecinan Yogyakarta. Sementara itu ibunya berasal dari Gorontalo. Radjiman kecil lulus dari sekolah dasar elite untuk anak bumiputera, yakni Europeesche Lagere School (ELS) pada 27 April 1893 di Yogyakarta. Selanjutnya ia melanjutkan belajar ke sekolah dokter Jawa atau School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) dan lulus pada 22 Desember 1898.

Dilansir dari repositori.kemdikbud. go.id riwayat pendidikan Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat sangat dipengaruhi oleh dokter Wahidin Sudirohusodo yang merupakan suami bibinya. Selama menempuh pendidikan di sekolah kedokteran, dokter Wahidin Sudirohusodo tiada henti-hentinya memberikan pertolongan kepada Radjiman untuk bisa menyelesaikan kuliahnya dan akhirnya lulus dari STOVIA.

Setelah itu, selama menjadi dokter Radjiman Wedyoningrat pernah bertugas memberantas penyakit pes di Purworejo dan Banyumas, ia kemudian bertugas di Rumah Sakit Jiwa Lawang dan Rumah Sakit Sragen. Tidak lama kemudian, Radjiman pernah diminta untuk menjadi dokter pribadi di Keraton Susuhunan Surakarta. Berkat pengabdian dan jasanya yang besar dalam pelayanan kesehatan di Keraton Surakarta, Pakubuwono X kemudian memberikan suatu gelar kehormatan “Kanjeng Raden Tumenggung” (KRT) dengan nama Wedyodiningrat.

Radjiman memulai karirnya sebagai seorang dokter yang bertugas di rumah sakit CBZ di Batavia. Dari Batavia, ia bertugas di berbagai daerah antara lain mengabdi sebagai dokter di Banyumas (1899), Purworejo (1899), dan Semarang (1900), Madiun (1901), Sragen (1905), dan Lawang (1905). Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi di Amsterdam sampai meraih gelar Arts (dokter) pada tahun 1910. Keberhasilan tersebut mendudukannya sejajar dengan para dokter berkebangsaan Belanda. Sebagai dokter muda, banyak pengalaman yang diperoleh selama bertugas di berbagai daerah dan merasakan penderitaan rakyat di pedesaan. Dari sini ia mendapat inspirasi sebagai pejuang kemerdekaan. Dalam tugasnya ia sering melihat perlakuan kejam pihak penjajah terhadap penduduk pedesaan. Hal inilah yang memotivasi dirinya dan kawan-kawan untuk memperjuangkan nasib bangsanya, walaupun memerlukan waktu yang panjang untuk mewujudkannya.

Setelah pulang dari Belanda, Radjiman Wedyoningrat tercatat pernah menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) pada tahun 1918 sampai 1921. Ia juga terlibat aktif dalam pendirian Partai Indonesia Raya (Parindra) yang didirikan pada tahun 1935 di Surakarta oleh Dr Soetomo dan kawan-kawan.


Pada zaman pendudukan Jepang, Radjiman duduk sebagai anggota Shu Sangi kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun, kemudian Radjiman diangkat menjadi anggota Chuo Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat) pada tahun 1940. Ketika Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) dibentuk, Radjiman menjadi anggota Majelis Pertimbangan Poetera. Perkembangan politik dunia pada masa pendudukan sangat cepat, setelah Jepang terdesak dalam medan perang Pasifik, Jepang kemudian memberikan janji kemerdekaan, dan salah satu wujudnya adalah membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Jawa pada akhir Mei 1945 dengan Radjiman sebagai ketuanya.

Melalui BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) inilah Radjiman berperan dalam membangun pondasi bangsa Indonesia. Sidang BPUPKI diawali pertanyaan dari Radjiman tentang dasar negara apa jika kelak Indonesia telah merdeka. Sementara itu ketika proklamasi kemerdekaan sudah terlaksana, karir politik Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat terus berlanjut. Ia pernah diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pada tanggal 20 September 1952, dr. Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan nafas terakhirnya di Desa Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta. Berdekatan dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang yang telah membesarkannya. Rumah kediaman dr. Radjiman Wedyodiningrat di Ngawi kini sudah menjadi situs berusia 134 tahun.



Sumber:

https://nasional.tempo.co/read/1492304/menjelang-17-agustus-radjiman-wedyodiningrat-ketua-bpupki-perancang-konstitusi/full&view=ok